Sunday, November 27, 2011

Peran NU dalam Kehidupan Berbangsa

Disusun Oleh : HALILI MAULANA ALI Y. (206.07.1.0129) IVA NUR AIDA (206.07.1.0130)


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS JEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG Oktober 2008

Kata Pengantar


Alhamndulillah puji syukur kehadirat Allah SWT. Penulis panjatkan karena masih diberi kesempatan untuk berfikir dan berkarya sehingga penulis dapat menyelasaikan tugas makalah agama yang berjudul "peran NU dalam kehiduapan berbangasa dan bernegara"


Sholawat dan salam mudah-mudahan tatap tercurah-limapahkan kepada orang yang paling penulis kagumi yaitu sang pelopor Ilmu Pengetahuan yang sudah mendidik kita dalam bertingkah baik kepada tuhan, sesama manusia, maupun makluk-makhluk lain di dunia ini beliau juga sudah menberikan contoh yang baik sehingga kita bisa belajar mulai dari SD sampai kita kuliah di Universitas Islam Malang ini.


Ucapan terimkasih penulis ucapakan kepda dosen pembing mmatakuliah agama islam V (Drs. Muh. Ihsan Hafi. M.Pd) yang sudah memberi bimbingan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikakan maklah yang berjudul "peran NU dalam kehiduapan berbangasa dan bernegara" dan kami dapat memperdalam ilmu agama khususnya di bidang ke-aswaja-an


Yang terakhir, harapn penulis adalah mudah-mudahan makalah yang berjudul "peran NU dalam kehiduapan berbangasa dan bernegara" ini biusa bermamfaat khususnya bagi sahabt-sahabat Jurusan Pendidikan Basa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Uni Versitas Islam Malang angkatan 2006. dan bermamfaat bagi umat islam seluruh dunia pada umumnya. Amien ya Robbal Alamien.

Malang 17 Oktober 2008

Penulis.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar I Daftar Isi II

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 3 1.2. Rumusan Masalah 4 1.3. Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan sejarah Peran NU 5 2.2. Peran NU terhadap NKRI 6 2.3. Peran NU terhadap dan pemikiran islam modern 7 2.4. NU dalam proses demokratisasi 7 2.5. Peran dan tradisi NU dalam Kehidupan masyakat 8 A. Dalil ke-Absah-an Yasin dan Tahlilan Saat kematian. 8 B. Dalil Tawassul dan Istoghosah 10 C. Dalil tentang maulid nabi 11

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 12 3.2. Harapan 12

DAFTAR RUJUKAN 13

BAB I PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Peran Nahdlatul Ulama (NU) bagi perjalanan peradaban ke-Indonesia-an tidak bisa dipandang sebelah mata. Sikap akomodatif terhadap kebudayaan lebih diletakkan dalam rangka menunjukkan bahwa agama (Islam) selalu memberi peluang bagi tumbuh kembangnya kebudayaan yang memang menjadi "naluri" masing-masing komunitas. Itu sebabnya, NU selalu merawat kebudayaan (lokal) sebagai alat untuk mengembangkan tradisi keagamaan yang berpahamkan Ahlussunnah wal Jamaah. Wajah agama (Islam) yang ditawarkan NU adalah agama yang berwajahkan ke-Indonesia-an. Sikap akomodatif ini tidaklah diambil berdasar kalkulasi opurtunistik, melainkan eksternalisasi paradigma keagamaan yang terbuka dan tidak memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang hitam-putih.


Peradaban ke-Indonesia-an yang kemudian hendak dibentuk NU adalah eradaban kebangsaan kebebasan yang dilandasi moral keagaman (Islam). Nilai-nilai Islam memberikan inspirasi sekaligus menggerakkan kehidupan kebangsaan indonesia, meski hal tersebut tidak diletakkan untuk mendirikan negara agama, melainkan negara beragama. NU sadar bahwa realitas empirik kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang plural, yakni yang dibangun dengan mensinergikan secara adil suku bangsa yang berbeda dan agama yang berlainan, bahkan paham agama yang yang lain pula, baik ekonomi, hukum, dan sebagainya.


NU sebagai institusi tempat mengadu berbagai persoalan yang hadapi dan tempat bernaung warganya, menurut Koordinator Forum Studi Agama dan Demokrasi (ForSAD) ini, harus melakukan langkah-langkah amaliah (praksis) yang nyata, dan tidak hanya kata-kata (/qaul/). Dan menjadikan pendiri NU contoh serta teladan dalam merespons realitas yang dihadapi masyarakat dengan senantiasa merasakan penderitaan warganya. Sehingga prinsip pokok /mabadi khairul ummah /dan /amar ma'ruf nafi munkar, /yang betul-betul membumi.


Dari gasasan di atas, adalah upaya penyegaran memori dan memberikan motivasi bagi elit NU dari tingkat pengurus besar sampai pengurus ranting untuk selalu berkomitmen dan ikhlas dalam mengerakkan NU sesuai semangat khittah, agar benar-benar membela kepentingan umat secara praksis dan tidak lagi terjebak politik praktis

1.2. Rumusan Masalah

Ada beberapa hal yang perlu dibahas berhubungan dengan peran NU terhadap bangsa karena ada sebagian golongan yang meng-asumsi-kan bahwa kaum nahdliyyin banyak melahirkan tradisi dan kebiassaan yang tidak sesuai dengan ajaran islam dan peraturan negara, maka dari itu dalam makalah dirumuskan beberapa permasalahan antara laian Pengertian dan sejarah NU NU dalam pemikiran islam modern Peran NU terhadap NKRI NU dalam proses demokratisasi Peran NU dalam kehidupan masyakat

1.3. Tujuan

Dari beberapa asunsi yang ditujukan terhadap tradisi atau kebiasaan kaum Nahdliyyin oleh sebagian golongan yang ada di Indonesia ini dalm makalah ini dimaksudkan untuk menjelaskan hal-hal berkaitan dengan asumsi negatif yang sudah menjamur di beberapa golongan. Maka dari itu berdasarkan pokok-pokok permasalan yang sudah disebutkan di atas makalah ini maksud dan tujuan makalah ini antara lain menjelaskan pengertian dan sejarah NU menjelaskan peran NU dalam pemikiran islam modern menjelaskan peran NU terhadap negara kesatuan republik indonesia Menjelaskan peran NU dalam proses demokratisasi menjelaskan peran serta dalil-dalil tradisi NU dalm kehidupan sehari-hari



BAB II PEMBAHASAN 1.1. Pengertian dan peran NU dalam sejarah Bangsa
A. Sejarah NU

Kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan modern pada tahun 1926 yang diprakarsai oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah adalah merupakan suatu jawaban atas tuntutan pergerakan kebangsaan dan perjuangan merebut kemerdekaan. Kelompok ulama yang tadinya hanya berkelompok secara tradisional, merasakan kebutuhan bahwa perjuangan hanya bisa dilakukan dengan organisasi modern yang kuat dalam melawan kolonialisme. Tapi yang membuat NU menjadi berbeda adalah kumpulan ulama dan pengikutnya yang telah bersama-sama mempraktikan ajaran Islam sejak masuknya agama terbesar di tanah air itu, telah lahir dan menyatu. Basis umat sudah terbentuk jauh sebelum organisasi formalnya. Jadi bolehlah dikatakan bahwa tahun 1926, adalah sebuah tonggak transformasi dari tradisionalis ke modernisasi gerakan ulama dan umat dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah secara spiritual.

Telah dicatat dalam tinta emas, bahwa Islam adalah salah satu kekuatan terbesar yang berada di garda depan perjuangan bangsa bersama-sama dengan kelompok nasionalis. Dan kalau berbicara kekuatan Islam dalam pergerakan, maka tidak tidak bisa disangkal bahwa kontribusi NU adalah yang terbesar, baik dalam perjuangan fisik maupun dalam upaya mempertahankan nilai-nilai ajaran Islam di tanah air sebagai ‘senjata’ moral. Ini mudah untuk dipahami karena NU sebagai jami’iyah diniyah, sebagai organisasi keagamaan, adalah wadah bagi para ulama dan pengikut-pengikutnya yang didirikan dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam. (M. Said Budairy, 77 Kekuatan Amar Makruf Nahi Munkar,).

Semangat ini pulalah sebetulnya yang harus selalu di tanamkan dalam setiap diri warga nahdliyin, bahwa setiap langkah dan kebijakan yang diambil harus didasarkan pada semangat membela kebajikan dan melawan yang batil, untuk kemaslahatan umat. Hal itu pula berlaku dalam aspek politik, pemerintahan, budaya, sosial, hukum dan aspek-aspek lain dimana warga nahdliyin berkiprah. NU adalah kekuatan moral, dan selalu akan menjadi kekuatan moral untuk kepentingan bersama. Tidak hanya untuk kepentingan NU sendiri tetapi untuk seluruah umat dan bangsa, karena dari semangat itulah NU dilahirkan.

B. Peran NU dalam Episode Sejarah Bangsa
Sebagai organisasi ulama dan umat yang modern, NU selalu menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Dalam masa revolusi fisik kemerdekaan, NU diwakili oleh barisan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin, barisan Sabilillah yang dipimpin oleh KH Masykur, dan barisan Mujahidin yang dipimpin langsung oleh KH Wahab Hasbullah. Tiga kekuatan ini bersama-sama dengan elemen perjuangan bangsa lainnya, turut serta maju ke garis depan untuk menghadapi kekuatan Belanda yang mencoba berkuasa kembali. Dan klimaksnya adalah ketika Rais Akbar Syuriah PBNU KH Hasyim Asy’ari mengumandangkan resolusi pada tanggal 22 Oktober 1945, untuk berjihad melawan sekutu yang disusupi tentara NICA. (Ali Mas’ud, Apirasi Politik, Nahdlatul Ulama; Jurnal IAIN Sunan Ampel, Edisi XV, 1999).
Meskipun tidak banyak tercatat dalam buku-buku sejarah, resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari inilah sebetulnya merupakan salah satu kekuatan dasar semangat juang para syuhada dalam peristiwa 10 November 1945 yang terkenal itu, yang kemudian diperingati sebagai hari pahlawan. Episode penting lainnya yang dengan baik diperankan oleh NU adalah ketika aktif dalam menumpas komunisme dalam semua aspek pada masa orde lama. NU tercatat sebagai kelompok (yang pada waktu itu sebagai parpol) pertama yang mengusulkan kepada presiden Soekarno untuk membubarkan PKI. Harian Duta Masyarakat milik NU juga kemudian menjadi tempat perlawanan jurnalistik terhadap isu komunisme setelah Prof.Dr Hamka dihantam PKI. (Ali Mas’ud, 1999). Selain peran tersebut, Ali Mas’ud (1999) menyebutkan bahwa peran NU (sebagai organisasi politik maupun melalui menteri agama yang berasal dari NU) selama orde lama antara lain:
1. Kontribusi NU dalam menyelenggarakan pemilu yang jurdil tahun 1955 2. Menggagas berdirinya Mesjid Istiqlal sebagai simbol kebesaran umat Islam di Asia Tenggara 3. Menggagas berdirinya IAIN, sebagai lembaga pendidikan tinggi pengkajian pemikiran Islam di tanah air. 4. Pelaksanaan MTQ

2.2. Peran NU terhadap NKRI Tidak bisa juga dilupakan, bagaimana NU dengan semangat dan jiwa besar mengakui Pancasila sebagai asas tunggal dan negara kesatuan RI sebagai bentuk final negara bangsa Indonesia. Sebuah catatan yang patut kita cermati, bahwa bagi NU persatuan dan kesatuan bangsa adalah segala-galanya karena itu mengakui Pancasila sebagai asas tunggal dan NKRI adalah bagian dari upaya mempertahankan persatuan dan kesatuan.
Dalam gerakan reformasi 1998, NU senantiasa berada di barisan depan perjuangan reformasi. Masa reformasi sebetulnya adalah merupakan masa dimana kredibilitas dan perjuangan panjang NU semakin mendapat tempat. Salah satu kader terbaiknya KH Abdurrahman Wahid menjadi Presiden Indonesia ke-4, yang mampu memberi angin kebebasan dan persamaan hak termasuk dengan kelompok minoritas. Pluralisme yang telah lama menjadi kekuatan NU, semakin populer dan menjadi cita-cita nasional. NU Dalam Isu Nasionalisme, Pada waktu NU menerima Pancasila sebagai asas negara dan bentuk NKRI sebagai perjuangan final umat Islam Indonesia, sempat memunculkan kontroversi. Banyak yang menilai pada waktu itu, karena dilakukan pada masa orde baru, adalah merupakan suatu ‘kompromi’ politik. Tapi jika kita melihat secara lebih dalam, gagasan negara bangsa telah lama dikenal oleh NU. Bukti paling kongkrit adalah ketika NU terlibat dalam perjuangan mendirikan negara bangsa Indonesia melalui revolusi fisik, dan upaya mempertahankan NKRI dari berbagai ancaman disintegrasi.
NU adalah komunitas Islam terbesar di Indonesia (bahkan juga di Dunia) dengan pengikut lebih dari 40 Juta, tidak bisa dihindari adalah merupakan keanekaragamanan tersendiri. Memang benar bahwa NU memiliki basis yang kuat di Jawa, dan sebagai organisasi lahir di Surabaya, Jawa Timur. Tapi NU memiliki semua elemen dari berbagai daerah, dan suku. Ulama-ulama yang ada di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara, telah bersama-sama sepakat dalam satu kesatuan paham organisasi yang bernama NU. Uniknya perbedaan latar belakang budaya, bahkan tatacara ibadah, terus dilestarikan sampai saat ini. Kita mengenal NU Banten, NU Jawa Timur, NU Madura, NU Kalimantan, NU Sulawesi, NU Lombok dan banyak lagi. Semuanya memiliki cara yang berbeda, budaya dan bahkan bahasa yang tidak sama. Tapi proses dialog dan komunikasi tetap bisa dijalankan tanpa banyak hambatan. Dari sinilah pluralitas NU telah lahir dengan sendirinya. Sehingga ketika konsep negara bangsa NKRI diperkenalkan NU tidak asing lagi, karena NU adalah bentuk miniatur Indonesia yang sudah berdiri jauh sebelum negara bangsa NKRI lahir.
Konsep ke-Indonesia-an sudah ada dalam tubuh NU sendiri karena itu jangan heran kenapa penerimaan Pancasila dan NKRI justru tidak diributkan oleh kalangan NU sendiri, karena konsep ke-Indonesia-an sudah inheren dalam tubuh NU, karena itu untuk apa berdebat terhadap sesuatu yang sudah dimiliki oleh NU. (Rahardi Wiratama, Mengapa NU Tidak Pernah Mengalami Ketegangan Dengan Konstruk Ke Indonesiaan Seperti yang dikutip Ali Mas’ud dalam “Aspirasi Politik NU - Telaah terhadap Perilaku NU Pasca Kemerdekaan,” penerimaan NU atas Pancasila sebagai asas tunggal dapat dilihat pada penjelasan KH. Achmad Shiddiq yang menurutnya penerimaan tersebut sama sekali bukan merupakan taktik politik tetapi justru berdasarkan prinsip-prinsip pendirian NU sendiri. Dalam kertas kerja KH Achmad Shiddiq yang berjudul "Pemulihan Khittah NU 1926" beliau menegaskan bahwa (Ali Mas’ud, 1999):“Pancasila dan Islam dapat berjalan berdampingan dan saling menunjang satu sama lain. Keduanya tidak bertentangan dan tidak akan dipertentangkan. Tidak perlu memilih yang satu dengan mengesampingkan yang lain. NU menerima Pancasila sebagaimana hasil rancangan konstituante tahun 1945 dan tidak menghendaki perselisihan dalam menginterpretasikan Pancasila serta menolak pandangan yang mempersamakannya dengan agama. Islam merupakan tindakan agama, sedangkan Pancasila adalah pandangan hidupnya. Pemerintah selalu menekankan, tidak ada maksud untuk menjadikan Pancasila sebagai agama atau memperlakukan Pancasila seolah-olah agama. NU menanggapi pernyataan pemerintah itu dengan serius dan yakin pemerintah tidak mengajak NU menerima Pancasila dengan cara mereduksi keyakinan Islam. NU menerima Pancasila bukan dalam pengertian politik, tapi lebih karena pemahaman hukum Islam.” Contoh lain kontribusi yang tegas dari NU terhadap nasionalisme dan kebangsaan dapat dilihat pada waktu menjelang deklarasi kemerdekaan, politik aliran sangat kental berlaku, sehingga menentukan presiden bukan pekerjaan yang mudah. Tapi para ulama NU pada waktu itu yang dimotori oleh KH Hasyim Asy’ari, sepakat mendukung Soekarno yang nasionalis dan lebih dikenal sebagai warga muhammadiyah untuk menjadi presiden RI pertama. Dukungan bulat bagi Soekarno menunjukkan sikap kenegarawan para pemimpin NU untuk kepentingan nasional. Karena itu jangan pernah bertanya tentang nasionalisme bagi warga NU. Sejarah telah menunjukkan betapa NU mau mengalah untuk kepentingan nasional. Rahadi Wiratama (2003) menulis bahwa faktor ke-Indonesia-an telah membuat NU sulit untuk menganggap kalangan non-muslim Indonesia sebagai ‘pihak lain.’ Bahkan oleh mereka yang tidak memahami NU secara socio-kultural sering memandang NU dengan terkejut (karena sikap yang sangat toleran) dan bahkan di kritik sebagai pembela ‘kafir’. Tentu bagi mereka yang memahami NU, tidak akan pernah punya sikap demikian, karena prinsip pluralitas sudah ada dalam diri NU sendiri. Kesadaran NU terhadap pluralisme dan solidaritas kehidupan beragama, sebetulnya bukan sesuatu yang baru, atau karena menyesuaikan diri dalam kondisi perubahan politik, atau karena akhir-akhir ini Indonesia mengalami banyak kemelut dan konflik antar umat beragama. Sejak awal berdirinya NU, ada empat tradisi bermasyarakat yang sudah dijalankan dalam hidup berdampingan dengan kelompok Islam lain atau kelompok non-Islam, keempat tradisi tersebut adalah: sikap tawazun (keseimbangan), tasamuh (toleran), tawasut (moderat), dan I’tidal (adil). (M Yusni Amru Ghazaly, Solidaritas NU, www.nu-uk.org). Keempat tradisi diatas membuat warga NU melihat hubungan antar agama sebagai sesuatu yang penting dan menjadi bagian dari semangat keseimbangan, toleransi dan keadilan.

2.3. NU dan Pemikiran Islam Modern

Banyak yang memandang NU adalah kelompok tradisional, sarungan atau berbagai sebutan yang artinya bahwa NU tidak adaptif terhadap dinamika perubahan. Anggapan seperti itu sekali lagi lahir dari mereka yang tidak memahami NU. Memang betul bahwa kepatuhan warga NU terhadap pemimpin nya sangat tinggi, terkesan bahwa pola patron-klien berlaku. Tapi jika cermat melihat perkembangan saat ini, NU sebetulnya (terutama generasi mudanya) berada di garda depan dalam pemikiran Islam modern dan berbagai aspek modernisasi lainnya.

2.4. NU Dalam Proses Demokratisasi

Memang NU tidak bisa dilepaskan dari politik, karena misi NU yang juga untuk memperjuangkan demoktratisasi, tapi otokritik yang muncul dalam NU sendiri telah terang-terangan mengharapkan bahwa harus ada ketegasan antara wilayah politik dan non-politik yang menjadi bidang garapan NU. Dan para elite NU harus mampu mensterilkan NU dari mereka yang punya kecenderungan politik praktis yang besar.
Otokritik yang dilakukan secara internal dalam tubuh NU, memang mengharapkan bahwa NU hadir sebagai gerakan moral dalam memperjuangkan demoktratisasi. Karena ketika organisasi sebesar NU kemudian terseret dalam permainan dukung-mendukung satu orang atau kelompok tertentu, maka sejak itu NU akan kehilangan kedudukannya sebagai gerakan moral milik bangsa. Bahwa NU tetap harus memperjuangkan proses demokratisasi, tidaklah perlu diragukan lagi. Karena itu NU memfasilitasi dan memberikan dukungan bagi warga terbaiknya untuk masuk dalam gelombang politik praktis dengan menggunakan jalur dan wadah yang memang disediakan untuk itu. Banyak warga NU yang tertarik untuk menyalurkan aktivitas politik praktis melalui PKNU, PKB, Golkar, PPP,PBR, PAN, PKS dan bahkan partai-partai lain. Mereka semua tetap disadari sebagai warga NU, tapi secara kelembagaan NU tetap dipertahankan secara netral. Inilah semangat yang diharapkan oleh para pendiri NU mengenai posisi dan kedudukan NU dalam politik nasional.

2.5. Peran NU dalam kehidupan masyakat

Trsdisi NU yang tumbuh dan terus berkembang di Indonesia sangat kental dengan Nuasa keagamaan. Hal itu sudah dilakukan oleh para sesepuh NU pada lalu dan terus menjadi tradisi sampai sekarang. Seperti, tradisi Yasin dan Tahlilan Saat kematian, Istighosah dan tawassul, dan peringatan mauilid nabi. Tradisi ini sudah menjadi aktivitas orang NU di seluruh indonesia walaupun sebagian kelompok menganggap tradisi-tradisi itu bid'ah karena kaum nahdliyyian sudah mempunyai dalil tentang tradisi-tradisi itu sendiri.

A. Dalil ke-Absah-an Yasin dan Tahlilan Saat kematian.
Pada dasarnya memang tidak ada contoh langsung dari Rasulullah SAW tentang tahlilah yang dilakukan terutama dalam kaitannya dengan kematian seseorang. Sehingga melakukan hal itu bukan termasuk anjuran yang dibakukan sebagai bagian dari tata cara ritual kematian. Namun bila masalahnya kita bedah berdasarkan bolehkah melakukan atau ikut dalam tahlilan? Atau berdosakan bila melakukan tahlilan? Maka kita perlu merinci terlebih dahulu apa itu tahlilan. Paling tidak ada dua unsur utama dalam tahlilan: Pertama, bagaimana hukum mengirimkan pahala kepada orang yang sudah mati. Kedua, makanan yang dihidangkan oleh keluarga mayit itu apakah boleh dimakan atau tidak.

Pertama: hukum menghadiahkan pahala kepada oang yang telah meninggal. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berdoa dan mengahadiahkanpahala ibadah kepada orang yang telah meninggal dunia. A. Pendapat pertama: Hal tersebut tidak diperintahkan agama berdasarkan dalil:
1. Firman Allah surat An-Najm: 38-39
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya 2. Surat Al Baqaraah 286
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." Ayat-ayat diatas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits ;Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendoakannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa'I dan Ahmad).

B. Pendapat kedua: Membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah.
Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji sampai kepada mayyit, sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur'an tidak sampai. Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab SyafiI dan pendapat Madzhab Malik. Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain.Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW; Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum (HR An-Nasai).

C. Pendapat ketiga: Doa dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit Dalil yang digunakan adalah:
Dalil Alqur'an
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa; Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami (QS Al Hasyr: 10)
Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup.

2. Dalil Hadits a. Dalam hadits banyak disebutkan do'a tentang shalat jenazah, do'a setelah mayyit dikubur dan do'a ziarah kubur. Tentang do'a shalat jenazah antara lain, Rasulullah SAW bersabda: Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW setelah selesai shalat jenazah-bersabda Ya Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, andikanlah dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka (HR Muslim). Tentang do'a setelah mayyit dikuburkan, Rasulullah SAW bersabda: Dari Ustman bin Affan ra berkata: Adalah Nabi SAW apabila selesai menguburkan mayyit beliau beridiri lalu bersabda mohonkan ampun untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena sekarang dia sedang ditanya. (HR Abu Dawud) Sedangkan tentang do'a ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh ;Aisyah ra bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW.; Bagaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur? Rasul SAW menjawab,;Ucapkan: (salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli kubur baik Mu maupun muslim dan semoga Allah memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya;insya Allah- kami pasti menyusul) (HR Muslim). B. Dalam Hadits tentang sampainya pahala shadaqah kepada mayyit : Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk bertanya: ; Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya? Rasul SAW menjawab: Ya, Saad berkata saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya (HR Bukhari).

C. Dalil Hadits Tentang Sampainya Pahala Saum ; Dari ;Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda; Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya(HR Bukhari dan Muslim)

D. Dalil Hadits Tentang Sampainya Pahala Haji ; Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya: Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya? Rasul saw menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar; (HR Bukhari)


3. Dalil Ijma A. Para ulama sepakat bahwa do'a dalam shalat jenazah bermanfaat bagi mayyit. B. Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah dimana ia telah menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda: Sekrang engkau telah mendinginkan kulitnya; (HR Ahmad) 4. Dalil Qiyas Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ad halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya. Islam telah memberikan penjelasan sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Alqur'an dan lainnya diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Alqur'an yang berupa perbuatan dan niat.

B. Dalil Tawassul dan Istoghosah

Adapun kebolehan ber-tawassul dan ber-istighosah kepada para nabi dan para wali, baik ketika mereka masih hidup maupun yang telah meninggal, hukumnya sudah disepakati seluruh ulama salaf yang saleh sejak generasi Sahabat sampai generasi para ulama terkemuka pada abad pertengahan. Ada 12 ulama besar terkemuka, yang semuanya sepakat membolehkan ber-tawassul dan ber-istighosah. Di antaranya, Al- Imam Sufyan bin Uyainah (Guru Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal), Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'I, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Abu Ali al-Khallal, Al-Hafizh Ibn Khuzaimah, tiga hafizh (al-Thabarani, Abu al-Syaikh dan Abu Bakar Ibn al-Muqri'), Ibrahim al-Harbi, Al-Hafizh Abu Ali al-Naisaburi, Al-Hafizh Abdul Ghani al-Maqdisi, dan Abu al-Khair al-Aqqtha'.

Tidak hanya ulama di atas yang membolehkannya. Al-Quran yang merupakan sumber primer pengambilan hukum Islam justru menganjurkan ber-tawassul dan ber-istighosah. Seperti yang dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 35,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُواْ فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
yang artinya, "Hai, orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya". (QS. Al-Maidah:35). Jadi, dapat kita simpulkan bahwa ber-tawassul dan ber-istighosah dengan para Nabi dan para wali yang sudah meninggal tidak bertentangan dengan ajaran yang telah dijelaskan dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

C. Dalil tentang maulid nabi

Sholat merupakan ajaran pokok dalam Islam (usuludin) semua harus mengakui kalau solat 5 waktu itu wajib dilaksanakan, kalau ada umat islam yang tidak mewajibkan solat, berarti ia tidak termasuk muslim (murtad/ kafir). Tetapi dalam solat ada furu`udinnya juga, misalnya ada yang melafalkan niat/ ada yang tidak, ada yang mengacung-acungkan jari ketika tasyahud/ ada yang tidak, ada yang qunut/ ada yang tidak, dsb. Kembali kepada rumus, bahwa berbeda dalam usul itu tidak boleh, tetapi berbeda dalam furu` itu tidak apa-apa asal punya dalil.
Peringatan Maulid Nabi SAW. persoalan Furu` bukan Usul, ada yang mengatakan boleh ada yang mengatakan Mustahap (baik dan dianjurkan), ada yang mengatakan tidak boleh, karena Nabi sendiri tidak melakukannya, (bagi yang tidak memperingati, ente tidak usah memperingati maulid, maka sudah urusan selesai kenapa diperpanjang dan jangan kafirkan orang-orang yang memperingatinya).

Mereka yang memperingati Maulid itu tidak asal, mereka punya dalil, Friman Allah,
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
"Katakanlah: Dengan Karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira..." (QS. Yunus: 58), saya ambil garis besarnya saja, dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi SAW untuk bergembira, senang dengan rahmat Allah. Apasaja yang termasuk rahmat Allah, banyak sekali dan satu yang terpenting adalah rahmat atas diutusnya Rasulullah Muhammad SAW. Allah SWT berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
"Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS 21: 107).

Nah, Sekarang kita pikirkan kalau Allah mewajibkan kita untuk bergembira atas rahmat yang Allah berikan dan dalam ayat lain Allah menerangkan bahwa Dia mengutus Nabi Muhammad untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Jadi kesimpulannya wajib kita bergembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW dan diutusnya Beliau sebagai Rasul. Itulah yang menjadi dalil mengapa banyak umat islam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan kepada yang tidak emperingatinya jangan sekali-kali mengatakan kepada yang memperingatinya adalah murtad sesat, karena ini adalah masalah furu`. (Habib Riziq 2008)


BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpaulan Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan modern pada tahun 1926 yang diprakarsai oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah adalah merupakan suatu jawaban atas tuntutan pergerakan kebangsaan dan perjuangan merebut kemerdekaan peran NU (sebagai organisasi politik maupun melalui menteri agama yang berasal dari NU) selama orde lama antara lain: 1. Kontribusi NU dalam menyelenggarakan pemilu yang jurdil tahun 1955 2. Menggagas berdirinya Mesjid Istiqlal sebagai simbol kebesaran umat Islam di Asia Tenggara 3. Menggagas berdirinya IAIN, sebagai lembaga pendidikan tinggi pengkajian pemikiran Islam di tanah air. 4. Pelaksanaan MTQ NU dengan semangat dan jiwa besar mengakui Pancasila sebagai asas tunggal dan negara kesatuan RI sebagai bentuk final negara bangsa Indonesia. Sebuah catatan yang patut kita cermati, bahwa bagi NU persatuan dan kesatuan bangsa adalah segala-galanya karena itu mengakui Pancasila sebagai asas tunggal dan NKRI adalah bagian dari upaya mempertahankan persatuan dan kesatuan. NU (terutama generasi mudanya/PMII) berada di garda depan dalam pemikiran Islam modern dan berbagai aspek modernisasi lainnya.
NU memfasilitasi dan memberikan dukungan bagi warga terbaiknya untuk masuk dalam gelombang politik praktis dengan menggunakan jalur dan wadah yang memang disediakan untuk itu. Banyak warga NU yang tertarik untuk menyalurkan aktivitas politik praktis melalui PKNU, PKB, Golkar, PPP,PBR, PAN, PKS dan bahkan partai-partai lain. Mereka semua tetap disadari sebagai warga NU, tapi secara kelembagaan NU tetap dipertahankan secara netral. Inilah semangat yang diharapkan oleh para pendiri NU mengenai posisi dan kedudukan NU dalam politik nasional.
Trsdisi NU yang tumbuh dan terus berkembang di Indonesia sangat kental dengan Nuasa keagamaan. Hal itu sudah dilakukan oleh para sesepuh NU pada lalu dan terus menjadi tradisi sampai sekarang. Seperti, tradisi Yasin dan Tahlilan Saat kematian, Istighosah dan tawassul, dan peringatan mauilid nabi. Tradisi ini sudah menjadi aktivitas orang NU di seluruh indonesia walaupun sebagian kelompok menganggap tradisi-tradisi itu bid'ah karena kaum nahdliyyian sudah mempunyai dalil tentang tradisi-tradisi itu sendiri.

Daftar Rujukan

Mas'ud, Ali 1999 Aspirasi Politik NU Hilmy, Muhammad 2004, NU: identitas Islam Indonesia eLSAS Sitompul, Einar Martahan 1989, Nahdlatul Ulama dan Pancasila: sejarah dan peranan NU dalam perjuangan umat Islam di Indonesia dalam rangka penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Pustaka Sinar Harapan Ida, Laode 2004. NU muda: kaum progresif dan sekularisme baru Erlangga,

www.nu-uk.org).

Artikel Bersangkutan

0 comments:

 
Indonesia dulu dikenal sebagai bangsa yang toleran dan penuh sikap tenggang rasa. Namun, kini penilaian tersebut tidak dapat diamini begitu saja, karena semakin besarnya keragu-raguan dalam hal ini. Kenyataan yang ada menunjukkan, hak-hak kaum minoritas tidak dipertahankan pemerintah, bahkan hingga terjadi proses salah paham yang sangat jauh.
free counters

Blog Archive

Seseorang yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian sehingga mampu menempatkan perannya dalam alam kehidupan kemanusiaannya dengan penuh manfaat. Kemandirian seseorang dapat terukur misalnya dengan sejauh mana kehadiran dirinya memberikan manfaat kearah kesempurnaan dalam sistemnya yang lebih luas. Salam Kenal Dari Miztalie Buat Shobat Semua.
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di DadakuTopOfBlogs Internet Users Handbook, 2012, 2nd Ed. Avoid the scams while doing business online

Kolom blog tutorial Back Link PickMe Back Link review http://miztalie-poke.blogspot.com on alexa.comblog-indonesia.com

You need install flash player to listen us, click here to download
My Popularity (by popuri.us)

friends

Meta Tag Vs miztalie Poke | Template Ireng Manis © 2010 Free Template Ajah. Distribution by Automotive Cars. Supported by google and Mozila